JADI seorang pamong, sebuah status yang banyak diimpikan masyarakat. Selain karena bangga, juga diimplikasikan bakal memberi secercah harapan untuk mengembangkan karier serta jaminan kejelasan masa depan. Artinya selama tatanan pemerintahan berjalan dan ada, maka para pamong ini tentunya tetap dibutuhkan keberadaannya selaku pengelola maupun pelaksana laju roda pemerintahan. Sejauh ini belum ada cerita lembaga pemerintahan yang berhenti "beroperasi", bangkrut karena kehabisan modal usaha. Yang berhenti atau lengser mungkin hanya aparatnya, karena pensiun, meninggal dunia atau di hukum karena korupsi.
MASYARAKAT berlomba untuk menjadi "pamong" karena harapan untuk mengembangkan karier serta jaminan kejelasan masa depan.*DUDI SUGANDI/"PR"
Barangkali itu hal yang prinsip, mengapa pegawai negeri banyak dilirik dan menjadi pilihan warga masyarakat lulusan strata SLTA maupun Perguruan Tinggi/Diploma. Sementara jika be-kerja pada perusahaan swasta, bayang-bayang terkena PHK karena perusahaan bangkrut atau hal lain yang mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja menjadi momok yang setiap saat menghantui pekerja.
Seperti diakui seorang karyawan di lingkungan Pemda Kab. Bandung. Ia mengaku senang menjadi pegawai negeri, meski statusnya selama kurang lebih 10 tahun sebatas sebagai karyawan kontrak. Dulu karyawan kontrak lebih populer dengan sebutan karyawan "honda" (honor daerah) . Setiap bulannya karyawan kontrak ini menerima gaji sebesar Rp 350.000,00 . Jauh dibawah UMR (upah mininum regional) pegawai pabrikan. Namun walau dengan penghasilan sebesar itu, ia mengaku tetap bangga karena bisa menggunakan baju seragam pegawai negeri.
"Ya... walau hanya karyawan kontrak, saya punya status bukan pengangguran," tutur seorang karyawan memberikan alasan.
Beberapa karyawan kontrak yang diwawancara "PR", umumnya berbicara pasrah terhadap statusnya selama ini. Meski diakuinya dalam beberapa kesempatan sempat mengikuti seleksi untuk menjadi pegawai tetap (pegawai negeri sipil). Tapi nasib belum berpihak kepadanya, karena tidak lulus seleksi .
Tanggal 24 November 2004 baru lalu, seleksi CPNS kembali dilaksanakan secara serempak di tingkat pemerintah provinsi, kota dan kabupaten se-Jawa Barat.
Peserta yang melamar untuk menjadi pegawai negeri di tingkat pemerintah daerah kabupaten/kota serta pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai 174.814 orang. Jumlah yang cukup fantatis !
Melihat minat untuk menjadi pegawai negeri sebanyak itu, pendaftar atau peserta seleksi PNS benar-benar ngadu nasib, berspekulasi , untung-untungan untuk bisa lulus dalam persaingan agar diterima menjadi PNS. Kecuali mungkin yang punya koneksi.
Di tengah keraguan peserta tentang kelulusan setelah mengikuti seleksi serta minimnya formasi yang bakal diterima, berkembang rumor nilai rupiah antara Rp 30 juta sampai Rp 40 juta sebagai uang sogokan untuk diterima menjadi PNS.
Diperoleh keterangan, secara kumulatif yang mendaftar untuk menjadi PNS ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 8.100 orang. Dari jumlah tsb. yang memenuhi syarat kelengkapan data dan bisa mengikuti seleksi sebanyak 4.569 orang. Sementara yang tidak memenuhi syarat mencapai 3.531 pendaftar.
Namun pada waktu pelaksanaan seleksi yang mengikutinya hanya 3.821 peserta. Dengan rincian ; 2.615 peserta untuk tenaga strategis, 819 peserta tenaga guru dan 387 peserta untuk tenaga kesehatan.
Jadi terdapat sekira 748 peserta yang tidak hadir pada waktu pelaksanaan seleksi. Mungkin mereka pesimis untuk dapat diterima, ditengah ketatnya persaingan untuk merebut formasi yang tersedia di lingkungan Pemda Jabar.
"Gedung Sate" hanya menerima formasi pegawai kurang lebih 260 orang. Jumlah tsb. dialokasikan untuk tenaga guru 150 orang, tenaga kesehatan 60 orang dan tenaga startegis 50 orang. Alokasi pegawai untuk Pemda Jabar tsb. berdasar ketetapan surat dari Menpan No.B/988/D.III/PAN/10/2004 tertanggal 7 Oktober 2004. Sementara total formasi kebutuhan pegawai untuk seluruh Jawa Barat hasil seleksi CPNS tahun 2004 yang disetujui pemerintah pusat, kurang dari 10% dari jumlah peserta seleksi yang mencapai 174.000 . Yang bakal diterima kurang lebih hanya 7.200 orang.
Masalah ketidakhadiran sejumlah peserta pada waktu pelaksanaan seleksi, tidak terbatas pada peserta yang mendaftar ke Pemda Jabar saja.
Di Kabupaten Garut, dari 2.155 peserta seleksi, 400 orang di antaranya tidak hadir mengikuti seleksi. Hal serupa terjadi di Kabupaten Bandung, meski peserta seleksi seharusnya sebanyak 104 orang (hanya untuk tenaga guru) yang hadir cuma 89 orang.
Untuk Kabupaten Bandung dan Garut bukan masalah ketidakhadiran peserta seleksi saja, tetapi kedua pemerintah daerah ini diharuskan melaksanakan seleksi susulan.
Penjadwalan pelaksanaan seleksi susulan CPNS di lingkungan Pemda Kab.Bandung dan Garut, menyusul terbitnya surat dari Kepala BKN No.K.26-30/V.104-9/48 tertanggal 26 November 2004.
"Namun, turunnya surat dari Kepala BKN tsb, bukan karena terjadi kebocoran materi soal seleksi, tapi semata-mata karena kendala tehnis pada pelaksanaan seleksi ," ungkap sumber "PR" seolah membantah isu yang berkembang mengenai bocornya soal-soal bahan seleksi, sebelum seleksi dilaksanakan.
Isu bocornya materi kunci soal jawaban ke tangan peserta seleksi CPNS, juga berkembang di Majalengka. Meski akhirnya Pemda Kab.Majalengka, DPRD dan pihak terkait dalam penerimaan CPNS, sepakat menyikapi untuk tidak melakukan seleksi ulang, namun tetap melakukan penelitian dan pengusutan terhadap pelaku pemberi dan penerima kunci jawaban. Pihak kepolisian setempat menjanjikan, kasus bocornya lembar materi soal jawaban seleksi bisa tuntas sebelum pengumuman hasil kelulusan CPNS.
Seperti diberitakan "PR" (27/11), kesepakatan tidak dijadwalkan kembali seleksi ulang penerimaan CPNS di Kab.Majalengka, karena alasan masalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
***
Penerimaan dan pelaksanaan seleksi CPNS, bukan tidak menuai masalah dan protes. Jarang terjadi sampai seorang , Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera (Menpan) Taufik Effendi meminta maaf lahir batin karena berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan seleksi CPNS tahun 2004 .
Jauh sebelum pelaksanan seleksi dilakukan, penerimaan CPNS ini telah menuai protes dan aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa kota dan kabupaten wilayah Jawa Barat. Di Garut misalnya , ratusan guru bantu yang tergabung dalam Forum Sekolah Guru Bantu berunjuk rasa, agar Pemda Kab. Garut memprioritaskan guru bantu dalam proses penerimaan CPNS. Hal serupa dilakukan guru honorer di Kab. Sukabumi yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Solidaritas Guru Honor. Mereka yang mendaftar jadi PNS berunjuk rasa mengecam kinerja Kantor Departemen Agama setempat yang menangani seleksi CPNS.
Pengunjuk rasa meminta agar bukti (surat) pernah membaktikan diri selama tujuh tahun (wiyata bakti) dihapus dari syarat pendaftaran CPNS. Karena surat semacam itu terindikasi banyak dipalsukan (fiktif) hanya untuk memenuhi persyaratan belaka .
Bupati Ciamis, Engkom Komara mengancam akan mencopot jabatan pejabat pemkab jika terlibat dalam percaloan penerimaan PNS. Komitmen serupa dilontarkan Wakil Wali Kota Banjar, H.Akhmad Dimyati.
Lain halnya di wilayah Kab.Cianjur, di wilayah ini muncul sinyalemen praktek percaloan dalam kaitan penerimaan CPNS.
Para calo menawarkan tarif untuk menjadi PNS antara Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. Sementara di Sumedang, seseorang yang me-ngaku memiliki koneksi seorang pejabat mendatangi para pendaftar dengan mematok tarif Rp 20 juta untuk diterima menjadi PNS. Sementara secercah harapan, sempat terhembus dari ibukota Provinsi Jabar. Walikota dan pim-pinan DPRD Kota Bandung menyatakan siap memberi rekomendasi kepada pemerintah pusat terkait dengan pengangkatan guru sukarelawan menjadi CPNS.
Namun, rekomendasi tsb. dijelaskan bukan merupakan jaminan kelulusan seleksi.
Menurut rencana, berdasar keputusan Kepala BKN No.35.C tertanggal 12 November 2004, hasil seleksi CPNS akan di-umumkan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 27 Desember 2004. (Suparman.W/PR).
0 komentar:
Posting Komentar